Trip to Yogja: Sarkem Road (Riyan Al Fajri)
Jadi ceritanya saya berkesempatan untuk mengadakan perjalanan selama 4 hari ke Yogyakarta. Perjalanan ini dimulai dari Jakarta pukul 06.50. di Yogya, kami menapakkan kaki pada pukul 19.30. 5 dari 12 orang rombongan kami langsung bergerilia mencari penginapan. Perjalanan kami sampai pada Jalan Sasrowijayan Wetan. Lantas tim pencari juga menyisir daerah Sasrokusuman. Namun, setelah diskusi yang cukup apik ditengah hujan lebat malam itu, kita memutuskan untuk menginap di Sasrowijayan.
Esok harinya, kita kembali mencari penginapan yang lebih layak. Pada mula nya, saya dan tim pencari dipisahkan untuk mencari didaerah Malioboro dan tim yang lain di daerah tugu. Kami berdiskusi kembali. Saya sempat shock ketika teman saya berkata, “Kami tadi mencarinya di SARKEM, murah-murah penginapan disitu”.
Dalam pikiran saya, “Ya kali gue nginap di sarkem? Bisa berpesta daging ntar. Masuk neraka setelah itu”. Setelah berdiskusi panjang akhirnya, kami bulatkan tekad untuk pindah penginapan namun tetap di wilayah yang sama, Sasrowijayan wetan.
Setelah kita memutuskan penginapan, kami menyusuri keraton Ngayogyakarta dan Taman Sari. Ketika itu, saya benar-benar merasa tersesat karena harus menaiki benteng apa gitu. Pulangnya kita melanjutkannya ke taman pelangi di Monjali (Monumen Jogja Kembali).
Malamnya, kembali teman saya menceritakan bahwa kita menginap tepat disebelah Sarkem. Lantas saya shock. Ini adalah malam kedua saya disini, tapi saya tida menyadari hal itu. Bagaimana mungkin? Saya masih belum percaya ucapan teman saya ini karena dua malam ini saya belum melihat wanita berpakaian menggoda dan desahan-desahan nafsu disekitar penginapan saya.
Lantas saya bertanya dimana posisinya. Rasa penasaran itu wujudkan dengan mengunjungi sarkem. Ketika itu, jam menunjukkan 23.10. saya keluar dari penginapan. Saya menuju ketempat yang diceritakan teman saya. Ketika itu saya mengarah ke stasiun tugu namun saya tidak yakin arahnya. Lantas saya bertanya pada tukang becak disana.
“Wah, mas. Ini jalan disebelah ini. mau ke sarkem mas? Saya anterin”
“Makasih pak. Saya jalan sendiri aja”
“Ga apa apa mas. Ntar saya tunjukin yang bagus”
“Makasih pak. Ga apa apa”
Gila!! Pikir saya. Dikiranya saya ingin jajan disana. Tapi ya bagaimana lagi ya, seorang pria usia 20-an dengan wajah turis (*istilahnya) ingin ke Sarkem. Anak TK pun pasti berpikir kalau saya saat itu sedang mencari teman kehangatan.
Saya pun akhirnya menemukan sebuah plank nama jalan yang besar JL. PASAR KEMBANG. Dalam pikiran saya, inikah jalannya? Well, saya belum percaya. Akhirnya saya menelusuri jalan itu sendirian.
Dan kamu tahu apa yang saya temukan? Well, INI MEMANG LOKALISASI.
Perasaan saya sejak masuk dari ujung jalan sudah tidak enak, terasa semacam aroma tak sedap. Aroma yang sama ketika saya iseng bersama teman saya melakukan survey kepada PSK yang beroperasi malam hari disuatu tempat di Jakarta. Dalam pikiran saya ketika itu, “Wah gila. Ini serius gue mau jalan terus sendirian. Bisa digodain setan ini! Gue ga mau masuk neraka. Gue mesti balik”
Setelah melihat wanita-wanita yang cukup merepresentasikan imajinasi saya tentang PSK, saya memutar langkah. Akhirnya saya mulai berpikir:
Inilah Yogya, bung! Disebelahnya tempat jualan yang terkenal, tempat penginapan yang paling ramai, disebelahnya lagi tempat lokalisasi ternama namun tidak ada saling mengganggu. Yang ingin esek-esek silahkan, yang ingin berlibur menikmati keindahan yogya silahkan.
Esok malam nya, kami melakukan foto bersama di plank nama malioboro. Dan dengan ide sedikit gila, teman-teman pria berpose di plank nama Pasar Kembang. Bukan untuk promosi tapi untuk mengingatkan bahwa kehidupan itu memang dua. Ada baik ada buruk. Ada senang ada sedih. Ada tempat yang dijadikan tempat kehidupan ada pula tempat kemaksiatan. Dan siapa sangka mereka bersebelahan?
sumber: http://bukanaktivis.blogspot.com/2013/04/trip-to-yogja-sarkem-road-riyan-al-fajri.html
Komentar
Posting Komentar